Mengutip Reuters, lembaga pemeringkat tersebut menyoroti kekhawatiran atas potensi ancaman keamanan. Termasuk serangan roket balasan terhadap Israel, yang dapat memperburuk dampak ekonomi.
Pada pekan lalu, Moody's juga memangkas peringkat kredit negara itu dua tingkat menjadi Baa1. Moody's juga memperingatkan penurunan ke level "junk" jika ketegangan yang meningkat saat ini dengan Hizbullah berubah menjadi konflik skala penuh.
"Kami sekarang mempertimbangkan bahwa aktivitas militer di Gaza dan peningkatan pertempuran di perbatasan utara Israel - termasuk serangan darat ke Lebanon - dapat berlanjut hingga tahun 2025, dengan risiko pembalasan terhadap Israel," kata S&P.
S&P mempertahankan prospek utang Israel pada level negatif.
Sekitar satu juta orang mengungsi dari Lebanon akibat serangan bertubi-tubi Israel pada pekan ini. Hal itu disampaikan Nasser Yassen menteri lingkungan hidup Lebanon.
"Satu juta orang mengungsi akibat serangan Israel, itu termasuk ratusan ribu orang yang mengungsi sejak kemarin," kata Nasser kepada Reuters, Sabtu (28/9).
Nasser sendiri jadi koordinator dalam masa krisis Lebanon ini.
Pada Sabtu pekan lalu, Israel kembali melancarkan serangan yang menewaskan 33 orang dan melukai 195 orang lainnya. Salah satu serangan Israel juga menewaskan pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah, yang sudah memimpin organisasi yang didukung Iran ini sejak 1992.
Serangan Israel ke Lebanon sejak pekan ini setidaknya sudah menewaskan 700 orang. Gelombang serangan ini diklaim Israel sebagai respons atas peningkatan ketegangan dengan Hizbullah. Sabtu ini saja, saksi mata melaporkan terjadi lebih dari 20 serangan udara sebelum fajar.