Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Jadi 'Pahlawan' Pencegah DBD

10 hours ago 5

Jakarta -

Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) melalui brand HIT melanjutkan gerakan 'Merdeka dari DBD' dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Nyamuk Sedunia.

'Merdeka dari DBD'merupakan kampanye edukasi interaktif yang membekali siswa sekolah dasar dengan pengetahuan dan kebiasaan hidup bersih untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue (DBD).

GCPI berkomitmen menghapus penyakit yang ditularkan melalui vektor yang sejalan dengan visi keberlanjutan Good & Green. Di India, program EMBED telah berhasil melawan malaria; sementara di Indonesia, inisiatif ini fokus memberantas DBD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Corporate Communication & Sustainability Head, GCPI, Wahyu Radita, menegaskan bahwa peringatan Hari Kemerdekaan tidak hanya dimaknai sebagai perjuangan di medan perang, tetapi juga sebagai upaya melawan berbagai ancaman kesehatan, termasuk demam berdarah.

"Momentum Hari Kemerdekaan mengingatkan kita bahwa perjuangan tidak hanya di medan perang, tetapi juga melawan ancaman kesehatan. Dengan edukasi yang tepat, kita membekali generasi muda untuk menjadi pahlawan di lingkungannya, melindungi diri, keluarga, dan bangsa dari DBD," ujar Wahyu dalam keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).

Melalui tokoh Super HITO, pahlawan pembasmi nyamuk, para siswa diajak belajar siklus hidup nyamuk, mengenali habitat berkembangbiaknya, dan mempraktikkan langkah pencegahan DBD seperti 3M Plus dan menjaga kebersihan rumah serta lingkungan.

Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Edukasi Pencegahan DBD.Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Edukasi Pencegahan DBD. Foto: dok. Godrej

Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, dr. Ina Agustina Isturini, M.K.M, menyoroti tingginya kasus demam berdarah di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa kelompok usia anak 5-14 tahun menjadi yang paling rentan mengalami kematian akibat penyakit ini.

"Kasus demam berdarah di Indonesia masih sangat tinggi. Yang memprihatinkan, angka kematian banyak terjadi pada anak usia 5-14 tahun. Pencegahan DBD harus dimulai dari kesadaran masyarakat, terutama anak-anak," ujar dr. Ina.

Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 67.000 kasus di seluruh Indonesia. Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yaitu lebih dari 10.000 kasus. Jumlah ini mengingatkan bahwa ancaman DBD belum reda, dan pencegahan perlu dilakukan sejak dini.

Adapun Dokter Spesialis Anak, dr. Miza Afrizal, p.A, Bmedsci.Mkes, menekankan pentingnya memahami fase kritis dalam demam berdarah. Ia menjelaskan bahwa tanda bahaya biasanya muncul sekitar 72 jam setelah demam, sehingga pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terlalu dini bisa memberikan hasil yang tampak normal dan menimbulkan rasa aman palsu bagi orang tua.

"Di DBD, tanda bahaya justru muncul saat masuk fase kritis, sekitar 72 jam setelah demam mulai. Kalau lab dilakukan terlalu dini, hasilnya bisa kelihatan aman padahal bahayanya belum muncul. Kalau dicek terlalu cepat, risikonya adalah rasa aman palsu. Kemarin lab 'bagus', hari ini anak drop, tapi orang tua tenang karena percaya hasil kemarin. Maka, ingat 72 jam itu bukan 3 hari. Dan dalam DBD, timing bisa menyelamatkan nyawa," jelasnya.

Untuk itu, edukasi bukan hanya pencegahan,namun juga menekankan pentingnya deteksi dini yang tepat waktu. Banyak orang tua ingin cepat memeriksa lab saat anak demam, namun dalam kasus DBD, waktu pengecekan menjadi sangat krusial.

Kepala Seksi SD Sudin Pendidikan Wilayah 1 Kota Adm. Jakarta Timur, Riswan Desri, Plt. memberikan apresiasi terhadap inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD dengan metode interaktif. Ia menilai keterlibatan siswa SD dalam program tersebut penting karena dapat membentuk generasi yang peduli terhadap kesehatan lingkungan.

"Kami sangat mengapresiasi inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD secara interaktif. Dengan melibatkan siswa SD, kita mencetak generasi yang peduli kesehatan lingkungan dan mampu menularkan kebiasaan hidup bersih ke keluarga serta masyarakat," katanya.

Sebagai informasi, kegiatan edukasi diikuti oleh 500 siswa dan 25 relawan, dengan target ambisius untuk menjangkau 50.000 siswa SD di seluruh Indonesia pada tahun 2027. Hingga kini, lebih dari 20.000 siswa telah mendapatkan edukasi ini.

Kegiatan ini terselenggara berkat dukungan dari Kementerian Kesehatan RI (P2P), Dinas Pendidikan DKI Jakarta, dan Puskesmas setempat. Beberapa siswa yang telah mengikuti program ini ditunjuk sebagai Sahabat Super HITO, agen perubahan di lingkungannya, menyebarkan ilmu pencegahan DBD kepada teman-teman dan keluarga di rumah.


(prf/ega)

Read Entire Article