Jakarta -
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2025 naik ke 52,89, meningkat 1,05 poin dibandingkan capaian Juni 2025 (51,84). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan capaian ini mencerminkan sektor industri tetap berada di jalur ekspansi, di tengah tekanan global dan perlambatan ekonomi di negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan Tiongkok.
Juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif menyebut peningkatan IKI Juli 2025 didorong oleh peningkatan seluruh variabel pembentuk indeks. Indeks pesanan naik jadi 54,40 (naik 0,19 poin), indeks persediaan mencapai 54,99 (naik 1,29 poin), dan indeks produksi mencapai 48,99 (naik 2,35 poin), meski masih berada di bawah ambang ekspansi.
"Kenaikan variabel pesanan mencerminkan adanya peningkatan permintaan, baik di luar negeri maupun di pasar domestik, yang didukung oleh kebijakan pro-industri seperti Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Namun, kontraksi pada variabel produksi menunjukkan kehati-hatian pelaku industri dalam meningkatkan kegiatan produksinya di tengah ketidakpastian global," ucap Febri dalam keterangan tertulis, Jumat (1/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui dari sisi pasar, ekspor dan domestik sama-sama mencatatkan ekspansi. IKI ekspor bulan Juli 2025 naik menjadi 53,35, meningkat 1,16 poin dibandingkan bulan Juni sebesar 52,19.
"Kenaikan ini menunjukkan adanya permintaan luar negeri yang terus tumbuh terhadap produk manufaktur Indonesia, dan menjadi sinyal positif bahwa pelaku industri berhasil menjaga daya saingnya di pasar global," terang Febri.
Kemenperin mencatat, sektor dengan nilai ekspor tertinggi pada bulan Mei 2025 adalah industri logam dasar (US$4,6 miliar), diikuti industri makanan (US$3,9 miliar), lalu industri bahan kimia dan barang (US$1,9 miliar), dan industri komputer dan barang elektronik (US$1,08 miliar).
"Sementara itu, sejumlah industri pengolahan lainnya, seperti industri aneka, di antaranya adalah industri perhiasan, mengalami kenaikan ekspor hingga 152,55% (m to m), serta industri pencetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 152,86%. Ini luar biasa, kenaikannya di atas 100%," ungkapnya.
Lalu, IKI domestik juga mencatatkan pertumbuhan dari 51,32 di bulan Juni menjadi 52,16 pada Juli 2025. Ini menjadikan tanda bahwa permintaan ekspor masih cukup tinggi di tengah gejolak ekonomi dunia.
"Ini mencerminkan permintaan pasar dalam negeri yang tetap kuat, sejalan dengan upaya pemerintah dalam menjaga daya beli dan mendorong penggunaan produk dalam negeri," tambahnya.
Febri menambahkan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan langkah strategis menyambut peluang dari kesepakatan dagang Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) serta kerja sama Indonesia-Amerika Serikat.
"Kami akan mendorong pertumbuhan kawasan-kawasan industri baru yang diarahkan pada ekspor. Kami juga mengajak perusahaan industri yang selama ini kesulitan menembus pasar ekspor, untuk bersiap memanfaatkan peluang ini," ujar Febri.
Ia juga mengingatkan, para pelaku industri ekspor khususnya di sektor pakaian, alas kaki, dan furniture, untuk meningkatkan utilisasi produksi dan memperkuat kualitas serta daya saing.
"Mari kita banjiri pasar Amerika Serikat dan Eropa dengan produk unggulan Indonesia. Kita manfaatkan momentum ini untuk mempercepat pembangunan ekosistem industri yang mendukung lonjakan produksi ekspor," tegasnya.
Sebagai informasi, peningkatan IKI pada Juli juga turut ditopang oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang naik menjadi 117,8 penjualan eceran juga diperkirakan tumbuh 2,0% (yoy) mencapai level 233,7 pada bulan Juni 2025.
Dari 23 subsektor industri pengolahan yang dianalisis, sebanyak 22 subsektor berada dalam fase ekspansi dan menyubang 99,9% terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan I 2025. Dua subsektor dengan nilai IKI tertinggi adalah Industri Alat Angkutan Lainnya (KBLI 30), dan Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12). Satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi adalah Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan (KBLI 33).
Penjualan sepeda motor domestik yang meningkat sebesar 0,79% dibanding bulan sebelumnya, mencapai 509.326 unit (naik 0,79%) pada bulan Juni dan ekspor kendaraan CBU yang mencapai 756.611 unit. Permintaan dari Selandia Baru untuk maritim dan gerbong kereta juga turut mendorong kinerja subsektor tersebut. Sementara, penguatan subsektor pengelolaan tembakau meningkat, dipicu lonjakan pesanan dari pasar AS menjelang penerapan tarif baru oleh pemerintah AS.
"Subsektor KBLI 33 mengalami kontraksi pada seluruh variabel, yaitu pesanan, produksi, dan persediaan, yang dipengaruhi oleh faktor musiman pengadaan barang dan jasa serta masih lesunya aktivitas jasa reparasi dan perawatan industri otomotif maupun kapal," jelas Febri.
Industri Kulit dan Alas Kaki (KBLI 15) kembali ekspansi, didorong pesanan ekspor jelang tarif AS dan investasi baru di Jawa Tengah.
Di tengah tekanan global, termasuk penerapan tarif resiprokal AS yang berdampak pada komponen lokal dan alat kesehatan, Febri mengungkapkan pihaknya terus memperkuat kebijakan proteksi melalui penerapan SNI dan pembatasan impor selektif.
"Kami terus berkoordinasi dengan kementerian lain untuk memperkuat kebijakan pembatasan impor, seperti deregulasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 sampai 24 Tahun 2025, guna melindungi 19 juta tenaga kerja di sektor manufaktur," ujarnya.
Diketahui pada Juli 2025, 77,1% pelaku usaha melaporkan kondisi usaha yang membaik atau stabil, dengan rincian 31,2% membaik (turun dari 32,1% di Juni) dan 45,9% stabil. Optimisme enam bulan ke depan juga meningkat dari 65,8% menjadi 67,6%, sementara pesimisme menurun dari 9,0% menjadi 7,1%.
"Optimisme ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang konsisten mendukung industri dalam negeri, seperti perpanjangan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan penguatan TKDN," tambah Febri.
Sebagai bagian dari kontribusi industri terhadap pembangunan nasional, Kemenperin juga mendukung penuh program prioritas Presiden Prabowo dalam Asta Cita, khususnya terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG), ketahanan energi dan pangan, penyediaan perumahan rakyat, layanan kesehatan gratis, serta penguatan koperasi melalui program Koperasi Merah Putih.
Dukungan tersebut akan diwujudkan melalui berbagai program prioritas Kemenperin, termasuk hilirisasi berbasis sumber daya, penguatan jaringan pemasok lokal melalui linkage hulu-hilir, pengembangan teknologi industri dan ekosistem hijau, serta peningkatan kapasitas SDM industri agar mampu bersaing dalam rantai nilai global.
Secara keseluruhan, kinerja industri manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tetap ekspansif, didukung oleh permintaan domestik yang kuat dan kebijakan pro-industri. Kemenperin optimis bahwa langkah-langkah strategis, seperti hilirisasi dan penguatan pasar domestik, akan terus memperkuat daya saing industri nasional di tengah tantangan global.
(prf/ega)