Jakarta (ANTARA) - Indonesia meluncurkan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) yang dilakukan melalui kerja sama antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pelaporan keberlanjutan merupakan bagian penting dari keuangan keberlanjutan. Pengesahan SPK oleh IAI dilakukan dalam rangka membangun ekosistem pelaporan yang transparan, akuntabel dan selaras dengan kerangka pelaporan internasional,” kata Ketua Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif dan Bursa Karbon dan Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajadi sebagaimana dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa.
Peluncuran ini merupakan bentuk penegasan komitmen kolaboratif untuk mewujudkan pelaporan yang transparan, kredibel, dan selaras dengan praktik global.
SPK yang terdiri dari PSPK (Pernyataan SPK) 1 dan PSPK 2, telah disahkan Dewan Standar Keberlanjutan Ikatan Akuntan Indonesia (DSK IAI) pada 1 Juli 2025 dan akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2027.
Standar ini mengadopsi IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 dan IFRS S2) yang diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB), menjadikan Indonesia bagian dari 33 yurisdiksi yang telah mengimplementasikan kerangka pelaporan keberlanjutan global.
Baca juga: Penghimpunan dana di pasar modal capai 65 persen dari target 2025
Baca juga: OJK perkuat pasar modal Indonesia melalui tiga pilar utama
Transparansi informasi yang disusun berdasarkan standar global dianggap dapat memberikan kerangka baku pelaporan, sehingga informasi yang disampaikan perusahaan khususnya emiten di pasar modal, dapat diperbandingkan antara satu dan lainnya.
Menurut Inarno, standar keberlanjutan yang baik bisa memperluas cakupan transparansi terkait risiko, peluang, dan strategi keberlanjutan. Dengan begitu, perusahaan dapat menempuh langkah proaktif menghadapi ketidakpastian masa mendatang, khususnya terkait risiko perubahan iklim, dan tantangan keberlanjutan yang lebih besar.
Meninjau dari sisi investor dan para pemangku kepentingan terkait, pengungkapan keberlanjutan disebut menjadi nilai tambah bagi pengambilan keputusan investasi.
“OJK senantiasa mendukung penerbitan standar keberlanjutan, dan sejak tahun 2017, OJK telah mewajibkan pelaporan keberlanjutan secara bertahap bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik di Indonesia,” ungkap Inarno.
Pihaknya juga dinyatakan telah melakukan kajian untuk melihat kesiapan emiten dan perusahaan publik dalam menerapkan pelaporan keberlanjutan, terutama dalam implementasi IFRS S1 dan S2 di Indonesia. Hal ini dilakukan guna mendukung revisi POJK Nomor 51 tahun 2017, khususnya terkait implementasi pengungkapan keberlanjutan yang lebih komprehensif bagi pelaku usaha.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti menyampaikan bahwa peluncuran ini menjadi momentum penting membangun ekosistem keberlanjutan nan kredibel. Perubahan iklim dinilai sudah menjadi ancaman nyata bagi sektor riil dan keuangan, sehingga dapat memicu peningkatan risiko kredit, penurunan nilai aset, hingga mempengaruhi stabilitas ekonomi dan keuangan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Arief Wibisono menambahkan bahwa peluncuran SPK menjadi tonggak penting dalam sejarah pelaporan di Indonesia, yang mencerminkan kemajuan profesi dan kesiapan Indonesia menjawab tantangan perubahan zaman.
Pihaknya berkomitmen untuk selalu mendukung pelaksanaan SPK secara menyeluruh, mengingat adanya keselarasan dengan penguatan kebijakan fiskal hijau, insentif keberlanjutan, serta pengembangan kapasitas profesi akuntan terkait keberlanjutan.
“Kementerian Keuangan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengawal bersama pelaksanaan SPK agar tidak sekadar menjadi kewajiban administratif, tetapi benar-benar menjadi penggerak transformasi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Bagi Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI Ardan Adiperdana, standar ini adalah game-changer karena akan mempercepat akses pembiayaan hijau, mempermudah proses global due diligence, dan memposisikan perusahaan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global yang berkelanjutan.
SPK disebut bukan hanya tentang kepatuhan, tetapi strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah krisis iklim dan transformasi global.
Penerbitan SPK merupakan implementasi dari Peta Jalan SPK yang dipublikasikan IAI pada Desember 2024. Peta tersebut menguraikan strategi pengembangan bertahap dan rekomendasi untuk memperkuat ekosistem pengungkapan keberlanjutan dengan strategi yang mencakup usulan koordinasi regulasi, pembangunan kapasitas, kesiapan penjaminan (assurance), dan penyelarasan dengan standar internasional.
Inisiatif pengungkapan keberlanjutan telah dimulai sejak IAI membentuk Task Force Comprehensive Corporate Reporting (TF CCR) pada 15 Desember 2020. Task force ini dibentuk untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai perkembangan isu pelaporan keberlanjutan, sekaligus mempersiapkan rencana adopsi standar yang relevan bagi Indonesia.
Seiring Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) disahkan dan terbentuknya Komite Keuangan Berkelanjutan, inisiatif IAI diharapkan menjadi masukan penting bagi kerangka kebijakan Indonesia di era sustainability.
DPN IAI juga membentuk Indonesia Sustainability Reporting Forum (ISRF) untuk mendukung DPSK dan DSK IAI. ISRF merupakan wadah kolektif bagi entitas pelapor, regulator, dan berbagai pemangku kepentingan untuk berdiskusi, mengidentifikasi isu penerapan, serta memperkuat ekosistem pelaporan keberlanjutan di Indonesia.
Dengan prinsip inklusif dan output bersifat advisory, ISRF mendorong dialog lintas lembaga, pengembangan kapasitas nasional, dan kontribusi pada kebijakan strategis seperti target penurunan emisi nasional dan penyusunan non-standard guidance ke DSK IAI.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.