Jakarta -
Emiten sektor pertambangan, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mencatatkan kinerja negatif pada semester I-2025. Amman membukukan penurunan pendapatan dan rugi di paruh pertama tahun ini.
Amman membukukan rugi hingga US$ 148,72 juta atau sekitar Rp 2,45 triliun (kurs Rp 16.459) hingga semester I-2025. Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, Amman Mineral meraup untung jumbo dengan laba bersih US$ 475,24 juta atau Rp 7,83 triliun.
Jika dirinci, penurunan laba hingga menjadi rugi diakibatkan penjualan bersih Amman Mineral yang terkoreksi hingga 88,2% dari periode yang sama tahun lalu, yakni dari US$ 1,54 miliar menjadi US$ 182,59 juta hingga semester I-2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Direktur Amman Mineral, Arief Sidarto menjelaskan pihaknya mengalami sejumlah hambatan penjualan, mengacu pada penghentian ekspor konsentrat tembaga yang ditetapkan pemerintah sejak Januari 2025. Saat ini, Amman Mineral hanya diizinkan untuk menjual produk logam jadi, seperti katoda tembaga dan emas murni.
"Ke depan, kami yakin bahwa kinerja keuangan akan terus membaik. Kami tetap berkomitmen pada strategi jangka panjang kami dan fokus untuk menciptakan nilai yang terus berkelanjutan, melalui keunggulan operasional dan eksekusi yang disiplin," terang Arief dalam dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Jumat (1/8/2025).
Arif menyebut, kebijakan ini yang menyebabkan penjualan bersih perseroan menjadi sebesar US$ 183 juta. Sebagian besar penjualan didominasi untuk produk katoda tembaga sebesar US$ 182 juta. US$ 1 juta sisanya berasal dari penyesuaian akhir harga dan volume atas penjualan konsentrat tahun 2024.
Seluruh penjualan dicatat pada kuartal II-2025. Hal itu lantaran tidak ada penjualan pada kuartal pertama seiring dengan dimulainya produksi pada akhir Maret dan pengapalan yang baru dimulai pada bulan April.
Hingga semester I-2025, Amman Mineral membukukan produksi konsentrat sebesar 191.657 metrik ton kering atau turun turun 57% YoY. Konsentrat ini memiliki kandungan 89 juta pon tembaga dan 59.578 ons emas.
Kemudian untuk produksi katoda selama semester I mencapai 19.805 ton, atau setara dengan 44 juta pon dengan penjualan sebesar 18.522 ton. Selain itu, perseroan juga membukukan biaya penambangan per ton naik 4% YoY menjadi US$ 2,44.
Arief menjelaskan, EBITDA perseroan sepanjang semester II mencapai US$86 juta, mengalami perbaikan signifikan dari negatif sebesar US$ 42 juta pada Q1. Peningkatan ini terutama didorong oleh kinerja operasional yang lebih kuat pada Q2 2025, di mana kami mencatat EBITDA positif sebesar US$128 juta.
Amman Mineral juga terus memperkuat pengendalian biaya dan langkah-langkah efisiensi untuk menjaga ketahanan selama fase romp-up ini. Selain itu, penerapan tarif royalti pemerintah yang lebih tinggi sejak April 2025 di seluruh sektor pertambangan dan mineral membuat perseroan mengedepankan prinsip kehati-hatian finansial sebagai prioritas strategis.
Amman Mineral juga mendorong transformasi digital dengan mengembangkan tiga Minimum Viable Product (MVP) yang dirancang untuk memberikan hasil cepat, memvalidasi solusi digital, dan membangun momentum untuk adopsi skala yang lebih luas.
Ketiga MVP ini difokuskan pada area strategis yang berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan efisiensi biaya operasional di AMMAN, termasuk optimalisasi perolehan (recovery) tembaga, optimalisasi muatan truk angkut, serta pemeliharaan secara prediktif untuk armada yang paling sering digunakan.
Lihat juga Video: AMMAN: Mengubah Ombak Menjadi Peluang-Surfing dan Masa Depan Pariwisata di Sumbawa Barat
(ara/ara)