Komando Prabowo di Balik Batalnya Mutasi Letjen Kunto?

2 months ago 19

Pengujung April menjadi hari-hari yang sibuk bagi pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hanya dalam dua hari, terbit dua keputusan yang saling bertolak belakang terkait mutasi perwira tinggi (pati) TNI.

Pada 29 April, melalui Surat Keputusan Nomor Kep/554/IV/2025, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memutasi beberapa pati, salah satunya Letjen TNI Kunto Arief Wibowo. Namun sehari setelahnya, 30 April, ia menganulir keputusan mutasi Letjen Kunto dengan surat bernomor Kep/554.a/IV/2025.

Proses mutasi Kunto menjadi perbincangan karena dikaitkan dengan sikap ayahnya, eks Wakil Presiden Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, yang ikut mendukung usulan pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Usulan itu, bersama 7 poin lainnya, dideklarasikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI dalam acara di Serambi Al-Musyawarah, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 17 April.

Mereka yang ikut mendukung usulan itu di antaranya eks Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi, eks KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto, eks KSAL Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, dan eks KSAU Marsekal (Purn) Hanafie Asnan.

Brigjen Kunto Arief Wibowo. Foto: Dok. Dispenad

Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menilai proses mutasi Kunto yang dilakukan di tengah isu pemakzulan sarat pengaruh politik. Padahal seharusnya mutasi prajurit aktif tidak boleh dipengaruhi opini masyarakat sipil atau tekanan politik. Jika itu terjadi, bisa menjadi preseden buruk bagi profesionalisme TNI.

“Ini menunjukkan TNI mudah digoyah oleh urusan-urusan politik,” ucapnya.

Anggota Komisi I DPR lainnya, Oleh Soleh, menganggap proses mutasi Kunto yang dibatalkan sehari kemudian sebagai hal yang tak lazim. Apalagi momentumnya terjadi usai Try Sutrisno bersikap mendukung pemakzulan Gibran, putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

“Citra TNI jadi buruk karena banyak masyarakat yang menduga ada kepentingan politik dalam proses mutasi,” ujar Oleh.

Meski demikian, Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi membantah proses mutasi tersebut berkaitan dengan sikap Try Sutrisno dan para purnawirawan. Kristomei menyatakan, mutasi di TNI dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi setelah melalui sidang Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tertinggi (Wanjakti); begitu pula alasan pembatalannya.

Brigjen TNI Kristomei Sianturi saat menjabat Kadispen TNI AD. Foto: TNI AD

Menurut Kristomei, pembatalan mutasi Kunto karena para perwira tinggi yang hendak digeser masih dibutuhkan untuk menjalankan tugas-tugas sebelumnya.

“Isu-isu yang berkembang istilahnya cocokologi—dicocok-cocokkan, ‘Oh gara-gara Pak Kunto anaknya Pak Try Sutrisno, dan Pak Try kebetulan kemarin menandatangani [tuntutan] bersama para purnawirawan’. Itu cocokologi. Enggak ada sebenarnya itu,” ujar Kristomei pada kumparan, Jumat (9/5).

Kontroversi Mutasi Letjen Kunto

Baru seumur jagung menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I sejak 7 Januari, Kunto masuk daftar mutasi pada 29 April. Ia hendak digeser menjadi Staf Khusus KSAD. Jabatan KSAD kini diemban Jenderal Maruli Simanjuntak, menantu Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.

Sumber kumparan di lingkaran TNI berujar, posisi yang disiapkan bagi Kunto bukanlah jabatan strategis. Posisi tersebut biasanya ditujukan bagi perwira tinggi yang akan “diparkir”. Padahal usia pensiun perwira tinggi bintang 3 seperti Kunto—merujuk UU TNI terbaru—maksimal 62 tahun. Sementara usia Kunto baru 54 tahun.