Paus Fransiskus bukan hanya dikenal sebagai pemimpin Gereja Katolik, tapi juga suara lantang dalam berbagai isu kemanusiaan.
Dari mimbar Vatikan hingga medan konflik dunia, kata-katanya menjadi pengingat tentang nurani dan keberanian moral.
Kabar wafatnya diumumkan pada Senin (21/4), Paus berpulang di usia 88 tahun.
Mengutip Reuters, berikut beberapa kutipan dari masa kepausannya berdasarkan tema yang sering ia angkat:
“Bumi, rumah kita, mulai tampak seperti tumpukan besar kotoran. Laju konsumsi, limbah, dan perubahan lingkungan telah begitu membebani kapasitas planet ini sehingga gaya hidup kita saat ini, yang tidak berkelanjutan, hanya dapat memicu bencana,” tulisnya dalam ensiklik Laudato Si’ pada 2015. Ia mengkritik gaya hidup konsumtif yang mendorong kerusakan ekologis.
Pada Oktober 2023, ia memperingatkan dunia “mungkin mendekati titik puncaknya,” dan bahwa upaya menyangkal perubahan iklim tak bisa lagi ditoleransi.
“Perang adalah kekalahan. Setiap perang adalah kekalahan,” tegasnya pada Oktober 2023, sehari setelah konflik berdarah kembali meletus di Gaza.
Tentang invasi Rusia ke Ukraina, ia menggambarkannya sebagai “sungai darah dan air mata.”
Dalam kunjungannya ke Irak pada 2021, ia berkata: “Permusuhan, ekstremisme, dan kekerasan tidak lahir dari hati yang religius: itu semua adalah pengkhianatan terhadap agama.”
Pada Maret 2025, bertepatan dengan kepulangannya dari Rumah Sakit Gemelli setelah lebih dari lima pekan dirawat, Paus Fransiskus menyerukan agar serangan Israel di Gaza segera dihentikan.
"Saya bersedih atas dimulainya kembali pemboman hebat Israel di Jalur Gaza, dengan begitu banyak kematian dan cedera,” tulis Paus dalam pesannya, seperti diberitakan AFP.
Kepada Kongres AS pada 2015, Paus mengajak untuk “melihat wajah mereka, mendengar kisah mereka”.
Ia mengecam pembangunan tembok dan menyebutnya sebagai bentuk kekerasan. Dalam sebuah forum di Vatikan, ia menyebut menolak pengungsi sebagai tindakan “munafik”.
“Adalah kemunafikan untuk menyebut diri Anda seorang Kristen dan mengusir seorang pengungsi atau seseorang yang mencari pertolongan, seseorang yang lapar atau haus, mengusir seseorang yang membutuhkan pertolongan saya,” tuturnya dalam pertemuan umat beriman Jerman di Vatikan pada Oktober 2016.