Berdasarkan data PGN, defisit gas di wilayah Sumatera Selatan, Sumatera bagian tengah, Lampung, dan Jabar mencapai 177 MMscfd pada akhir 2025 dengan suplai yang hanya sebanyak 388 MMscfd, Sementara kebutuhannya mencapai 566 MMscfd.
Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Hondoko, mengatakan penurunan pasokan gas akan semakin dalam pada tahun 2026 hingga tahun 2035.
“Utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” kata Arief dalam Rapat dengan Komisi XIII DPR RI, Senin (28/4).
Adapun defisit gas pada 2026 di wilayah tersebut akan mencapai 239 MMscfd, 2027 sebesar 369 MMscfd, 2028 390 MMscfd, lalu 258 MMscfd di 2029, 349 MMscfd di 2030, hingga defisit 513 MMscfd di 2035.
“Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035 cenderung short gas di Sumatra bagian utara dan tengah ini turun sejak di 2028. Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 short gas sampai ke 96 MMscfd,” kata Arief.
Selanjutnya untuk Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur, data PGN menunjukkan defisit terhitung mulai 2027 yaitu defisit 27, 2028 116, 2030, 123 2031 dan 2032, defisit 184 pada 2033, 187 pada 2034 sampai defisit 194 di 2035.
“Demand listrik sendiri dan pupuk cenderung stabil. Gas sektor kelistrikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur mendapatkan pasokan dari lapangan JTB atau Jambaran Tiung Biru milik Pepsi. Kemudian untuk industri pupuk dikelola langsung oleh penerima alokasi dan PGN Group menyediakan kapasitas pipa transmisi,” ujar dia.
Pemerintah kemudian menyelesaikan permasalahan penurunan pasokan existing ini dengan melirik pasokan gas bumi dari hasil regasifikasi LNG domestik.
“Ini untuk keberlanjutan pemenuhan kebutuhan gas sektor pupuk dan kelistrikan. Makanya sejak di 2024 tengah-tengah, itu sudah kita minta dari SKK Migas dan (Kementerian) ESDM untuk mendapatkan alokasi LNG baik dari Tangguh maupun dari Bontang, serta di SLNG,” kata dia.
Meski demikian, langkah ini juga tetap menemui sederet tantangan mulai dari sisi harga juga infrastruktur.
“Kenapa dari harga, karena kita akan coba mendekatkan willingness atau ability to pay dari para buyers kita atau pengguna akhir kita dengan harga LNG itu sendiri,” katanya.
Dari sisi infrastruktur pemerintah juga tengah berupaya untuk mengembangkan infrastruktur LNG untuk sektor kelistrikan. Dia menyoroti di Jawa Barat dan Lampung ada Floating Storage and Regasification Unit (FSRU).
“Kemudian juga kita ada terminal regasifikasi dan Hub di Arun dengan kapasitas 405 MMscfd untuk fasilitas regasnya, kemudian FSRU Lampung 240 (MMscfd), dan Jawa Barat, NR (Nusantara Regas), 500 MMscfd. Nah ini yang juga ada pengembangan, yang di NR ini kapasitas send outnya 500 MMscfd, karena dalam satu hari cuma 4 jam,” ujarnya.
Meskipun saat ini supply gas dari NR masih diperuntukkan bagi PLN, tetapi Arief memastikan ke depannya NR akan memasok kebutuhan gas untuk ind...