Terlalu banyak membaca kabar buruk di berita atau sosial media terkadang dapat menimbulkan efek stres dan kecemasan. Rasa tidak aman dapat menimbulkan rasa frustasi hingga keresahan sosial yang memengaruhi kondisi psikologis individu.
Psikolog klinis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Pamela Andari Priyudha menjelaskan paparan terus menerus dari kabar buruk tersebut dapat menimbulkan ketegangan psikologis kronis dan kolektif.
"Ketika seseorang merasa tidak berdaya, mereka bisa mengalami learned helplessness yaitu kondisi di mana merasa tidak mampu mengubah situasi meskipun sebenarnya ada peluang. Ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan apatisme, frustasi, dan depresi secara kolektif," jelas Pamela dikutip dari laman resmi UGM, Minggu (31/8/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kecemasan meningkat ketika tubuh terus berada dalam kondisi siaga akibat paparan berita negatif tanpa henti. Sistem alarm internal manusia bisa menjadi maladaptif jika dibiarkan. Maladaptif merupakan kondisi saat seseorang tidak mampu beradaptasi dengan situasi kehidupan.
Beberapa kelompok yang lebih rentan terhadap dampak negatif dari berita buruk yang mengganggu meliputi lansia, remaja serta dewasa muda yang terlalu tenggelam dalam sosial media, hingga individu dengan literasi digital yang rendah atau akses terbatas pada informasi kredibel.
Menurut Pamela, salah satu strategi menjaga kesehatan mental di tengah paparan masif berita buruk adalah dengan secara sadar membatasi konsumsi konten yang memicu kecemasan, terutama saat berada dalam kondisi psikologis yang tidak stabil.
Penting untuk menciptakan kebiasaan mencari informasi pembanding dari berbagai sumber yang kredibel untuk mendapatkan sudut pandang yang objektif dan seimbang. Selain itu, Pamela menyarankan masyarakat untuk tidak terlalu reaktif ketika mendapatkan sebuah informasi yang belum terverifikasi.
"Penting untuk mengedepankan logika dan bersikap objektif. Selalu cari tahu dari berbagai sumber, jangan hanya mengandalkan satu sudut pandang," katanya.
Menghindari informasi yang mengganggu kondisi emosional juga bisa menjadi langkah pencegahan. Perbanyak konsumsi konten yang positif dan inspiratif, guna menjaga suasana hati yang lebih stabil dan mendorong pola pikir lebih optimis.
Menurut Pamela, ini berkaitan erat dengan kendali diri atau self-control.
"Kita harus menyadari batasan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang berada di luar kendali kita. Fokus pada peran dan tanggung jawab yang bisa dijalankan akan membantu menjaga semangat dan rasa optimisme," tandasnya.
Simak Video "Video: Bagaimana Menstimulasi Calistung Pada Anak Usia Dini?"
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)