Viral Tren 'What's My Curse', Kok Bisa Akurat? Psikolog Bilang Gini

4 days ago 2
Jakarta -

Belum lama ini tren 'What's My Curse' viral di media sosial dan banyak diikuti orang. Pengguna media sosial membagikan tangkapan layar percakapan dengan ChatGPT menanyakan soal 'kutukan' yang mengacu pada perasaan atau kebiasaan negatif di hidup.

Biasanya ChatGPT akan memberikan jawaban-jawaban seperti 'terlalu mudah overthinking pada hal yang tidak perlu dilakukan' atau seperti 'sering menolong orang lain tapi lupa diri sendiri'. Ini seakan menjadi ajang untuk refleksi diri, tapi melalui chatbot artificial intelligence (AI).

Psikolog Salma Ghina Sakinah Safari menuturkan tren ini mencerminkan kebutuhan orang-orang untuk melihat diri secara reflektif. Namun, langkah ini dilakukan dengan cara yang lebih mudah dan instan melalui ChatGPT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, tren ini mirip dengan cara kerja horoskop yang sifatnya luas sehingga terasa lebih relevan dengan banyak individu.

"Jawaban dari chatbot biasanya bersifat generik namun relatable, seperti 'terlalu mikirin orang lain tapi lupa diri sendiri'. Ini mirip dengan cara kerja horoskop atau tes kepribadian di internet, terasa akurat karena sifatnya luas tapi menyentuh tema umum kehidupan manusia," kata Ghina ketika dihubungi detikcom, Senin (28/7/2025).

Normalkah hal tersebut dilakukan? Menurut Ghina, tren ini bisa memiliki dampak positif dan negatif. Hal positif yang pertama adalah meningkatkan kesadaran diri. Tren ini bisa menjadi titik awal seseorang merenung atau berdiskusi tentang diri sendiri.

Tren ini juga membuat seseorang lebih terhubung dengan orang lain. Apalagi jika hasilnya dibagikan ke media sosial, menurut Ghina akan ada perasaan 'aku tidak merasakannya sendirian'.

"Selain itu, ini bisa menjadi media ekspresi diri. Ini bisa menjadi cara aman untuk membuka pembicaraan tentang emosi tanpa terlalu serius," ujar Ghina.

Berkaitan dengan hal negatif, menurut Ghina tren ini kurang akurat dan bisa saja menyesatkan. Tidak semua 'kutukan' yang disebutkan mungkin relevan secara psikologis atau berdasarkan konteks kehidupan pribadi.

Selain itu, ini bisa membuat stempel negatif pada diri. Misalnya, seseorang mulai percaya ia 'selalu menjadi korban' hanya karena chatbot menyebut begitu.

"Terakhir, ada potensi candu refleksi negatif. Terlalu sering mencari makna dari chatbot bisa membuat orang bergantung pada validasi diri," tandasnya.

Simak Video "Video Survei: ChatGPT Berpeluang Jadi Medium Baru untuk Terapi Kesehatan Mental"
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)


Read Entire Article