Ini yang Terjadi pada Otak Pengidap Skizofrenia, Gangguan Mental Berat Terabaikan

2 days ago 5
Jakarta -

Skizofrenia menjadi salah satu penyakit mental yang paling dikenal tetapi juga terbanyak disalahpahami. Skizofrenia sedikitnya terjadi pada 0,32 persen populasi global atau sekitar 24 juta orang.

Sebagai catatan, gangguan mental skizofrenia memengaruhi fungsi kerja otak. Ada masalah kronis yang kerap memicu gejala psikosis, delusi, halusinasi, serta pikiran dan ucapan tidak sejalan.

Asosiasi Psikiatri Amerika menyebut gejala skizofrenia memburuk seiring waktu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini yang juga dialami Henry Cockburn, warga AS tersebut bahkan menilai munculnya gejala skizofrenia terasa seperti sesuatu yang normal, baginya.

Kilas balik ke Februari 2002, Henry yang kala itu masih berusia 20-an meninggalkan Universitas Brighton, ingin menempuh perjalanan sejauh 70 mil atau sekitar 113 kilometer tanpa alas kaki, untuk ke rumah masa kecilnya di Canterbury.

Sekitar 24 kilometer dalam perjalanannya, ia mendengar suara pesawat di kejauhan, dan entah bagaimana meyakini ada kekuatan jahat yang tahu dirinya telah pergi. Intinya, Cockburn yakin sedang diikuti.

Karenanya, ia menyelam ke perairan pasang surut yang dingin di Muara Newhaven dan berenang menjauh dari kehadiran yang dianggap 'jahat' itu. Beruntung, para nelayan kemudian menemukan Cockbun dan menyelamatkannya tepat sebelum pingsan karena hipotermia.

Setelah disadarkan kembali di rumah sakit umum, ia dipindahkan ke rumah sakit jiwa, tempat dokter mendiagnosisnya mengidap skizofrenia. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pertama dari beberapa rumah sakit tempat ia menghabiskan delapan tahun berikutnya.

Kasus Cockburn mencerminkan pola gejala yang khas. Pada awal masa dewasa, gangguan psikologis yang mengarah pada keyakinan palsu, halusinasi, dan paranoia, yang semuanya meningkat seiring waktu.

"Saya melihatnya lebih sebagai kebangkitan spiritual dan bukan skizofrenia paranoid," kenang Cockburn.

"Rasanya seperti saya sedang melarikan diri, dan jika menjadi bagian dari sistem dan menarik diri dari sistem, sistem tidak menyukainya. Saya agak kesal dan marah, seperti, 'Mengapa orang-orang tidak bisa memahami saya?'" Cockburn menambahkan.

Tahapan terjadi Skizofrenia, Seringnya di Usia Berapa?

Gejala skizofrenia biasanya dimulai antara usia 15 dan 25 tahun, kata para ahli.

Orang-orang mungkin baik-baik saja atau bahkan merasa hebat dalam hidup mereka, hingga kemudian tiba-tiba mereka mengalami gejala, demikian sebut D'souza, seorang profesor psikiatri, neurologi, ilmu saraf, dan kedokteran genetika di Universitas Johns Hopkins.

"Bagi saya, (skizofrenia) adalah penyakit mental yang paling menghancurkan, karena menyerang sebelum seseorang mencapai potensinya," kata D'Souza.

Penelitian menunjukkan gangguan ini mungkin berasal dari perubahan proses perkembangan saraf normal yang terjadi seiring bertambahnya usia remaja, terutama karena rentang usia onset yang lebih tinggi adalah ketika otak menyelesaikan pematangannya, kata D'Souza.

Namun, bagi sebagian orang, tahap perubahan tersebut mungkin sudah terbentuk sejak masa bayi dan membutuhkan 20 tahun pematangan otak agar efeknya terlihat jelas, kata Dr. Daniel Weinberger, Direktur dan CEO Institut Lieber untuk Pengembangan Otak.

Ada beberapa bentuk skizofrenia yang dapat dimulai lebih awal, tetapi jarang terjadi, kata D'Souza.

"Skizofrenia sebagian besar terjadi pada pria," tambahnya.

Namun, ada puncak kedua yang menarik dalam tingkat skizofrenia yang terjadi di awal usia 50-an, dan itu sebagian besar terjadi pada wanita, kata D'Souza.

"Diduga terkait dengan menopause."

Penyebab langsung skizofrenia belum jelas, tetapi ada beberapa faktor risiko yang diketahui, kata Weinberger.

Inikah Pemicunya?

Faktor-faktor tersebut mencakup kimia otak dan genetika yang meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami gangguan tersebut, dengan akumulasi faktor risiko. Banyak studi neuroimaging juga menunjukkan kelainan struktural pada otak pengidap skizofrenia, tetapi belum ada yang cukup konsisten di seluruh populasi pasien untuk menjadi ciri khas gangguan tersebut.

Kehamilan yang diperumit oleh faktor-faktor seperti preeklamsia, persalinan lama, atau berat badan lahir rendah dapat menggandakan risiko seorang anak, kata Weinberger. Stres dan trauma juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena skizofrenia.

Mengonsumsi obat-obatan yang mengubah pikiran saat remaja atau dewasa muda merupakan faktor risiko lain, dan para peneliti semakin banyak menemukan hubungan antara penggunaan ganja dan skizofrenia.

Ada beberapa kategori gejala skizofrenia, dan gejala-gejala tersebut dapat memengaruhi perasaan, pikiran, dan tindakan seseorang.

"Delusi, atau mempercayai hal-hal yang tidak benar atau nyata, dan kemudian bertindak berdasarkan hal-hal tersebut, merupakan hal yang umum terjadi. Delusi bisa sangat meresahkan, menyiksa, dan sangat melumpuhkan," kata Weinberger.

Seseorang dengan delusi mungkin berpikir Badan Intelijen Pusat (CIA) telah menyusup ke ponsel mereka untuk memata-matai mereka, kata Weinberger, dan dengan demikian melepas baterai ponsel tersebut.

Banyak pengidap skizofrenia juga mengalami halusinasi, seperti berbicara dengan seseorang yang tidak ada di sana, kata Weinberger. Seperti yang dialami Cockbun, terkadang ia melihat penembak jitu di luar jendela kamar rumah sakitnya, katanya.

Delusi dan halusinasi dapat menyebabkan rasa takut dan paranoia, kata Weinberger. "Paranoia tersebut dapat membuat pasien berpikir bahwa orang lain sedang membicarakan mereka, berkomplot melawan mereka, atau memengaruhi atau membaca pikiran di otak mereka sendiri, membuat mereka sangat tidak nyaman di tempat umum, karena mereka merasa tidak aman," tambahnya.

Tidak Bisa Sembuh, tetapi Kondisinya Bisa Diatasi

Skizofrenia tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diatasi dengan kombinasi obat-obatan dan terapi.

Obat yang paling efektif untuk pasien adalah antipsikotik, kata Lieberman, karena obat-obatan tersebut mengelola unsur-unsur psikosis yang mengganggu pikiran dan persepsi. Kesulitan kognitif lebih sulit diobati, kata Weinberger.

Di saat yang sama, Weinberger menambahkan, hambatan terbesar dalam pengobatan adalah pasien yang tidak minum obat terkadang karena anosognosia, ketidaksadaran akan penyakitnya, yang memengaruhi 50 hingga 98 persen pengidap skizofrenia.

Simak Video "Video: Kriteria Obat untuk Gangguan Mental"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)


Read Entire Article